Jumat, 30 Oktober 2015

DONGENG HITAM

susannoyesandersonpoems.com
Nina memejamkan matanya, lalu terasa tangan Paman Nino mengusap wajahnya sekali sambil berkata, "Pada hitungan pertama, Nina akan merasa begitu tenang. Pada hitungan kedua, semakin tenang. Dan pada hitungan ketiga, Nina akan membuka mata dan di depanmu akan terlihat sebuah pohon dengan pintu di pangkal batangnya."

Dan vualaaa!! Pohon dengan pintu ajaib itu benar-benar ada di hadapannya ketika dia membuka mata. Mulut Nina ternganga, seakan tak percaya. Dia genggam erat tangan Paman Nino, seakan bertanya; apakah ini semua nyata?!


"Nina masih ingat ketika Paman dulu pernah berkata pada Nina, bahwa jika Nina mau ikut dengan Paman maka akan Paman wujudkan dunia yang selalu Nina impi-impikan itu? Maka sekarang, pergilah ke sana! Berlarilah menuju pintu itu! Di balik sanalah, dunia khayalan Nina itu berada. Berlarilah, sayangku!"

Nina menoleh sejenak kepada Paman Nino, tersenyum manis, lalu kaki-kaki kecilnya mulai berlari dengan gembira. Semakin kencang. Semakin gembira. Semakin dekat menuju pohon dengan pintu ajaib itu. Menuju dunia khayalannya. Dunia dengan bunga-bunga, kupu-kupu bersayap emas dan senja yang tak pernah bisa tenggelam.

* * * * * *

Bagi penyihir hebat seperti Nino, tidaklah sulit untuk menciptakan pohon dengan pintu ajaib seperti yang selalu diimpikan Nina. Sama sekali bukan hal yang sulit.

Dan dia merasa geli sendiri, melihat gadis itu berlari dengan kegembiraan khas anak kecil menuju ujung runcing sebatang tombak yang Nino pasang secara horisontal di tembok ujung sana.

Lalu…clap!! Langkah gadis itu terhenti, dan ujung tombak menyembul dari balik punggungnya. Ada sedikit erangan disertai suara kulit yang robek yang menegakkan bulu roma. Lalu darah segarpun mengucur deras.

Nino tak mau buang waktu lagi. Segera ia raih cawan emas di sampingnya. Dengan setengah berlari, ia hampiri tubuh Nina. Dia tadahkan cawan miliknya untuk menampung darah itu sebanyak-banyaknya.

Dan rembulan telah sepenuhnya purnama. Nino ucapkan mantra-mantra sambil menjujung tinggi cawan ke arah angkasa malam.

“Untuk keabadian. Untuk ketidakmatian.” Ucap Nino lirih penuh hayat, sebelum ia menenggak isi cawan emas itu.


Catatan:

  • FlashFiction ini diikutsertakan dalam  Prompt #94 di grup Monday FlashFiction.
  • Jumlah kata: 343.

6 komentar :

  1. Ihhh serem amat. Untung pagi-pagi bacanya. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ini mah kurang syerem mbak...besok aku tulisin FF yang lebih serem deh, kunjungi terus blog ini makanya... hahaha *modus promo*

      Hapus
  2. hai kak, salam kenal... aku fans barumu... XD

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kamu adalah fans Milan...bukan Fans kuh... :D

      Hapus
  3. Balasan
    1. Wauuww...terimakaciieee...padahal kalo menurutku kurang serem sih ini...

      Hapus